Wolf Man (2025), karya sutradara Leigh Whannell, menghadirkan interpretasi baru dari kisah manusia serigala klasik, dengan fokus pada elemen horor psikologis dan dinamika keluarga. Film ini mengisahkan liburan keluarga yang berubah menjadi mimpi buruk saat sang ayah, Blake (Christopher Abbott), mengalami transformasi misterius. Alur ceritanya dibangun dengan baik, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul sepanjang film, dan berhasil menggugah emosi penonton.
Banyak yang mengapresiasi pendekatan film ini, terutama cara Whannell membangun suasana tegang dan menempatkan perspektif manusia serigala sebagai bagian dari narasi. Film ini juga mendapat pujian karena menggambarkan karakter suami dan ayah yang penyayang, sesuatu yang jarang ditemukan dalam film populer saat ini. Beberapa penonton bahkan menyebut film ini sebagai salah satu yang paling cerdas dalam menanamkan ide tentang bahasa tubuh sebagai elemen penting dalam membangun koneksi dan keintiman antar karakter.
Namun, tidak semua penonton dan kritikus sependapat. Beberapa merasa bahwa film ini berjalan terlalu lambat dan lebih condong ke drama daripada horor yang eksplosif. Screen Rant menyebut film ini kurang menggigit dalam eksekusi tematiknya, sementara The Australian menilai remake ini tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk meninggalkan kesan mendalam. Meski begitu, film ini tetap dianggap sebagai tambahan yang menarik dalam tren horor modern, yang sebelumnya diperlihatkan dalam film seperti Here dan Presence, di mana perspektif karakter non-manusia menjadi sorotan utama.
Terlepas dari berbagai pendapat, Wolf Man tetap menjadi tontonan yang wajib disaksikan bagi penggemar horor psikologis. Film ini menawarkan pendekatan segar terhadap mitologi manusia serigala, dengan penceritaan yang lebih mendalam dan emosional dibandingkan adaptasi sebelumnya.