Rule of Thirds itu ibarat bumbu dasar di dapur visual. Mungkin kelihatannya simpel, tapi efeknya bisa bikin hasil gambar atau video kamu terasa jauh lebih rapi, estetik, dan enak dilihat.
“Gambar yang bagus itu soal rasa.” Kalimat itu sering banget kita dengar, apalagi dari orang yang udah lama berkecimpung di dunia visual. Dan bener, rasa itu penting—tapi kabar baiknya, rasa juga bisa dilatih. Nah, buat yang baru mulai pegang kamera, teknik ini jadi “life hack” biar ga bingung naruh subjek. Dalam dunia fotografi dan film adalah memahami Rule of Thirds.
Kalau kamu baru mulai main kamera, teknik ini bisa jadi penyelamat ketika kamu bingung subjeknya harus ditaruh di mana. Kalau kamu udah cukup berpengalaman, Rule of Thirds bisa jadi fondasi yang bikin hasil gambarmu konsisten rapi, sebelum kamu mulai bereksperimen dengan gaya-gaya framing yang lebih unik dan “nyeleneh.”
Apa itu Rule of Thirds?

Bayangin layar kameramu dibagi jadi sembilan kotak sama besar—kayak papan permainan tic-tac-toe. Ada dua garis horizontal dan dua garis vertikal yang membagi frame. Nah, titik-titik pertemuan garis-garis itu disebut power points.
Di titik-titik inilah biasanya kita menempatkan subjek atau elemen penting. Kenapa ga di tengah aja? Karena mata manusia ternyata punya kecenderungan melihat sedikit ke arah pinggiran dulu, bukan ke tengah persis. Jadi, ketika subjek diletakkan di power points, perhatian penonton akan tertarik secara alami, tanpa harus dipaksa.
Kenapa teknik ini efektif?
Coba bayangin kalau semua foto atau scene film kamu subjeknya persis di tengah. Lama-lama bakal terasa datar dan monoton. Rule of Thirds bikin komposisimu terasa lebih hidup, punya arah pandang, dan memberi “napas” pada frame. Penonton jadi punya ruang buat menjelajah visual, ga cuma terpaku di satu titik.
Bisa dibilang, Rule of Thirds mengajari kita bahwa setiap elemen dalam gambar punya posisi dan peran yang penting. Bukan sekadar “asal muat di frame.”
Contoh Penerapan di Film:
1. Close-Up Karakter

Alih-alih menaruh wajah karakter di tengah, geser sedikit ke kiri atau kanan mengikuti salah satu garis vertikal. Letakkan mata karakter sejajar dengan garis horizontal atas. Efeknya? Lebih cinematic, lebih fokus, tapi tetap terasa natural.
2. Landscape Shot

Kalau kamu motret atau ngambil video pemandangan, tentukan dulu fokusnya: langit atau tanah? Kalau langitnya dramatis, letakkan horizon di garis horizontal bawah. Kalau foreground lebih menarik, taruh horizon di garis atas. Hindari membagi pas di tengah karena bisa bikin gambar terasa “flat.”
3. Dialog Dua Karakter

Saat merekam percakapan dua orang, tempatkan masing-masing di sisi frame sesuai titik Rule of Thirds. Selain bikin komposisi rapi, ini juga membantu penonton paham posisi karakter dalam ruang tanpa harus ada penjelasan tambahan.
4. Gerakan dalam Frame

Kalau karakter berjalan ke arah kanan, letakkan dia di sisi kiri frame dan beri ruang kosong di depannya. Ruang kosong itu bukan cuma “kosong”—dia memberi arah visual dan mengajak penonton mengikuti gerakan karakter.
Semua Film Pake Aturan Ini?
Tapi jangan salah, ga semua harus pake ini. Ada juga teknik center framing yang sering dipakai sutradara kayak Stanley Kubrick atau Wes Anderson untuk menciptakan simetri atau vibe quirky. Bedanya, mereka paham aturannya dulu sebelum “nakal” melanggarnya.
Baca juga: 13 Ragam Jenis Framing dalam Film.
Kapan dipake dan kapan dilanggar:
- Pake saat butuh komposisi aman, mau arahkan fokus tanpa distraksi, atau ingin visual seimbang.
- Langgar saat mau tunjukkan simetri, ciptakan rasa ga nyaman, atau butuh center focus demi narasi.
Tips Pengunaan Buat Pemula:
- Aktifkan fitur grid di kamera atau smartphone.
- Latihan foto statis sebelum video.
- Perhatikan eye line sejajar garis horizontal atas.
- Manfaatkan negative space untuk drama.
- Saat editing, jangan ragu crop untuk koreksi komposisi.
Intinya, Rule of Thirds bukan cuma trik teknis, tapi cara berpikir visual. Dengan membiasakan diri memakai aturan ini, kamu melatih matamu untuk lebih peka melihat komposisi. Lama-lama, instingmu akan terbentuk—kamu nggak perlu lagi mikir keras saat menempatkan subjek.
Dan kalau sudah terbiasa, kamu bisa mulai bermain dengan gaya lain: center framing, simetri ekstrem, chaos framing, atau bahkan framing yang sengaja bikin penonton ga nyaman. Seperti kata pepatah (yang baru kita bikin): “Filmmaker hebat tahu kapan nurut sama aturan, kapan bikin aturan sendiri.” Karena pada akhirnya, kamera hanyalah alat. Ceritamu, gayamu, dan rasa visualmu-lah yang membuat sebuah gambar benar-benar berbicara.