Thomas Alva Edison banyak dikenal besar sebagai penemu lampu pijar—ikon inovasi dalam dunia kelistrikan. Namun, tak banyak yang tahu bahwa di balik reputasinya itu, Edison juga memainkan peran penting dalam sejarah awal sinema. Ia turut andil dalam menciptakan alat yang memungkinkan gambar-gambar terekam bergerak secara berurutan dan dapat dinikmati oleh publik, membuka jalan bagi apa yang kini kita kenal sebagai film.
Motion picture atau gambar bergerak, yang kini menjadi inti industri hiburan global, pada awalnya lahir dari serangkaian eksperimen ilmiah dan terobosan teknologi visual. Salah satu tokoh penting yang telah lebih dulu membuka jalan adalah Eadweard Muybridge—yang mungkin sudah familiar bagi para pemerhati sinema lewat perangkat ciptaannya, Zoopraxiscope.
Alat ini memungkinkan kita melihat gambar seolah bergerak, namun masih memiliki keterbatasan: gambar harus digambar ulang secara manual pada cakram kaca, menjadikannya sulit untuk diproduksi massal. Inilah celah yang dilihat Edison—dan darinya, sebuah inovasi penting pun lahir.
Dari Eksperimen ke Inovasi: Kinetoscope

Terinspirasi dari eksperimen Muybridge, Edison mulai mengembangkan sebuah alat yang memungkinkan orang melihat gambar bergerak bukan dari lukisan, melainkan dari hasil tangkapan kamera nyata. Bersama asistennya, William Kennedy Laurie Dickson, pada tahun 1891 mereka memperkenalkan Kinetoscope—perangkat yang menjadi salah satu cikal bakal film modern.
Tidak seperti Zoopraxiscope yang menggunakan cakram kaca, Kinetoscope bekerja dengan memutar pita film seluloid berlubang melalui sistem lampu dan lensa. Penonton dapat melihat gambar yang bergerak melalui jendela kecil di bagian atas alat tersebut. Format film yang digunakan, yaitu 35mm, juga dikembangkan oleh tim Edison—dan secara luar biasa, tetap menjadi standar industri hingga kini. Namun, pengalaman yang ditawarkan masih bersifat individual. Setiap orang harus mengintip ke dalam perangkat untuk menikmati film pendek yang ditayangkan.
Black Maria: Studio Film Pertama di Dunia

Untuk menyuplai konten bagi Kinetoscope, Edison membangun Black Maria, studio film pertama di Amerika Serikat, pada tahun 1893. Di tempat inilah berbagai film pendek diproduksi—mulai dari pertunjukan tarian eksotis, aksi para atlet, hingga sandiwara singkat.
Beberapa film terkenal dari studio ini antara lain Fred Ott’s Sneeze (1894), The Kiss (1896), dan berbagai pertunjukan hiburan seperti sirkus dan pertarungan tinju. Tapi jangan bayangkan film berdurasi panjang seperti sekarang. Di masa itu, film hanya berdurasi sekitar 20 hingga 60 detik. Meski singkat, ini merupakan bukti bahwa teknologi dapat menangkap realitas dan menyajikannya ulang dalam bentuk visual yang bergerak.
Edison dan Warisan Teknologi dalam Sinema
Kontribusi Edison dalam dunia sinema bukan terletak pada aspek estetika, melainkan pada pengembangan perangkat teknologi yang memungkinkan gambar bergerak bisa diakses secara luas oleh masyarakat. Ia menyempurnakan ide dasar Muybridge, lalu mengubahnya menjadi produk yang bisa diproduksi ulang, dikomersialisasi, dan dinikmati secara konsisten. Melalui Kinetoscope, format 35mm, dan pendirian Black Maria, Edison meletakkan fondasi teknis yang memungkinkan sinema berkembang menjadi seni sekaligus industri global. Ia menjadi jembatan antara eksperimen saintifik abad ke-19 dan dunia hiburan abad ke-20.
Maka meskipun ia lebih dikenal karena pencapaiannya di bidang kelistrikan, nama Thomas Alva Edison juga layak disebut sebagai salah satu figur kunci dalam sejarah sinema. Jika Muybridge adalah ilmuwan yang mencetuskan ilusi gerak, maka Edison adalah teknokrat yang membuat ilusi itu menjadi nyata dan bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Tanpa kontribusi kedua tokoh tersebut, mungkin layar lebar yang kini begitu akrab dengan keseharian kita tak akan pernah lahir.
Warisan Edison juga hidup dalam cara kita menikmati film hingga kini—teknologi proyeksi, panjang pita film, hingga konsep studio dan distribusi massal tak bisa dilepaskan dari fondasi yang ia tanam. Ia bukan seniman visual, tapi ia membekali para seniman dengan alat yang memungkinkan ide-ide mereka hidup dalam bentuk baru: sinema. Lalu, siapa yang pertama kali memperkenalkan estetika dalam sinema?
Jawabannya akan kita telusuri di artikel berikutnya di sini!